Pages

Rabu, 14 Juli 2010

Al-Qariib (Yang Maha Dekat)

Allah Subhanahu wata'ala berfirman di dalam Al-Qur'anul Karim,

“…Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan pemakmurnya. Karena itu, mohonlah ampunan-Nya kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Rabbku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (do’a hamba-Nya).” (QS. Huud, 61).

Di antara asma’-asma’ Allah yang indah adalah al-Qaarib, yaitu Yang Mahadekat. Dan sahabat, dekat dengan Allah Subhanahu wata'ala ini terbagi menjadi dua:

Yang pertama yaitu dekat yang bersifat umum, yaitu ilmu-Nya yang meliputi segala sesuatu dan Dia lebih dekat kepada manusia daripada urat leher, dan Dia dalam pengertian ma’iyah (bersama) yang umum.

Arti dekat yang kedua yaitu dekat yang bersifat khusus dengan mereka yang berdo’a dan beribadah serta cinta, yaitu dekat yang membawa kepada cinta, pertolongan, dan bantuan dalam semua gerak dan diam, jawaban (dikabulkan permohonan) bagi orang yang berdo’a, diterima dan diberi pahala kepada mereka yang beribadah.

Allah Subhanahu wata'ala berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 186:

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku…”

Apabila makna dekat sudah dipahami seperti pengertian ini, yaitu pada yang umum dan khusus, niscaya tidak ada perbedaan sama sekali antara sifat ini dengan sifat yang sudah dimaklumi tentang adanya Allah Subhanahu wata'ala di atas Arsy-Nya. Yang Mahatinggi pada kedekatan-Nya, Mahadekat pada ketinggian-Nya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al Hamawiyah mengatakan: “Tidak diragukan lagi bahwa nash-nash (dalil tegas) telah menerangkan mengenai ketinggian Dzat Allah di atas seluruh makhluk-Nya dan Allah juga bersama mereka. Semua dalil yang menunjukkan hal ini adalah dalil yang qoth’i (pasti) dari sisi pendalilan (dalalah) maupun shahihnya (tsubut). Allah Ta’ala telah menggabungkan antara keberadaan Allah di atas ‘Arsy-Nya dan kebersamaan-Nya dengan makhluk-Nya pada firman-Nya Al-Qur'an Surat Al-Hadiid ayat 4:

“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, Kemudian Dia menempat tinggi di atas ‘Arsy-Nya. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

Dalam ayat yang mulia ini, Allah Ta’ala telah menetapkan bahwa Dia beristiwa’ (menetap tinggi) di atas ‘Arsy dan ‘Arsy adalah makhluk-Nya yang paling tinggi. Selain itu, Allah juga menetapkan bahwa Dia senantiasa bersama kita. Dalam kedua dalil ini sama sekali tidak ada pertentangan dan kompromi antara keduanya sangat mungkin sekali. Syaikhul Islam menjelaskan tentang penjelasan mungkinnya ada kompromi antara dua sifat Allah ini yaitu ketinggian Dzat Allah di atas seluruh makhluk-Nya dan Allah juga bersama mereka.

Yang pertama: kompromi antara dua dalil yang ada sangatlah mungkin karena nash-nash yang ada menunjukkan tidak mustahilnya hal ini. Siapa yang menyangka tidak mungkinnya hal ini, berarti dia telah keliru. Hendaknya dia memandang kembali dalil-dalil yang ada berulang kali sambil meminta pertolongan pada Allah, meminta hidayah dan taufik pada-Nya, juga mencurahkan segala usaha untuk mengetahui kebenaran. Jika telah jelas kebenaran di hadapannya, pujilah Allah karena hal ini. Jika memang belum menemukannya, serahkanlah pada ahlinya yaitu orang yang berilmu dan katakanlah: “Aku telah mengimani hal ini. Semuanya adalah dari Rabb kami.”

“Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(QS. Al Baqarah: 32).

Adapun yang kedua: Sifat ketinggian Allah di atas seluruh makhluk-Nya dan sifat kebersamaan Allah dengan makhluk-Nya tidak saling bertentangan. Ma’iyyah (kebersamaan) tidaklah melazimkan sesuatu itu akan bercampur atau bersatu dalam satu tempat sebagaimana yang dijelaskan. Sesuatu mungkin saja berada tinggi, namun juga tetap dikatakan bersama.

Sebagaimana kita juga mungkin mengatakan, “Kami terus berjalan dan bulan masih tetap bersama kami.” Padahal bulan berada di atas sana, namun masih dikatakan bersama. Contoh sifat ketinggian dan sifat kebersamaan semacam ini tidaklah bertentangan baik secara lafazh maupun makna. Orang yang diajak bicara pasti mengetahui maksud dari kebersamaan di sini. Tidak mungkin ada yang mengatakan bahwa bulan berada di bumi. Jika memang digabungkan atau dikompromikannya sifat ketinggian dan sifat kebersamaan pada makhluk, maka hal ini lebih mungkin lagi bagi Allah karena Dia-lah Dzat yang Maha Besar, Maha Agung dan tidak serupa dengan makhluk-Nya.

Yang ketiga, jika seandainya makna sifat ketinggian dan kebersamaan saling bertentangan pada makhluk, maka ini belum tentu saling bertentangan di sisi Allah. Karena ingatlah bahwa “tidak ada satupun yang serupa dengan Allah dalam setiap sifat-Nya.”

Jika kita telah mengetahui perbedaan makhluk dan Allah selaku pencipta, maka tidak mungkin kita menyamakan Allah dan makhluk-Nya. Kebersamaan Allah tidaklah mungkin berarti Dia bercampur dengan makhluk atau berada pada satu tempat dengan mereka. Alasannya, karena Dzat Allah berada di ketinggian, tidak satupun makhluk yang meliputi diri-Nya, bahkan Allah-lah yang meliputi makhluk-Nya.

Sebagai kesimpulan dari nama Allah Al-Qariib ini: Cara mengkompromikan berbagai dalil yang menyatakan keberadaan Allah di atas ‘Arsy-Nya dan kebersamaan atau kedekatan Allah adalah sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al Aqidah Al Wasithiyah:

“Kedekatan dan kebersamaan Allah yang disebutkan dalam Al Kitab dan As Sunnah tidaklah bertentangan denga ketinggian Allah Ta’ala. Tidak ada sesuatu pun yang semisal dengan-Nya dalam setiap sifat-sifat-Nya. Allah Maha Tinggi, namun dekat. Dia Maha Dekat, namun tetap berada di ketinggian.”

Sumber: Syarah Asma’ul Husna, Dr. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf al-Qahthani (Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i) dan sumber lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar