Dari Al-Qasim bin Muhammad, dia berkata, “Kami mengadakan perjalanan jauh bersama Ibnul Mubarak. Acapkali aku berkata di dalam hati, ‘Karena apa orang ini lebih utama dari kami (yaitu Ibnul Mubarak), hingga dia terkenal sedemikian rupa di tengah manusia? Kalaupun karena shalatnya, toh shalatnya juga sama dengan kami. Kalaupun dia berpuasa, kami juga berpuasa yang sama. Kalaupun berperang, kami juga berperang. Kalaupun karena haji, kamipun menunaikan haji seperti dirinya.’ Suatu malam ketika kami sedang makan malam di sebuah rumah di Syam, tiba-tiba lampu padam. Maka sebagian di antara kami bangkit dan mengambil lampu, lalu keluar untuk menyalakan lagi. Tak seberapa lama kemudian dia kembali dengan lampu itu. Aku melihat ke wajah Ibnul Mubarak dan jenggotnya, yang ternyata sudah basah karena airmata. Aku berkata dalam hati, ‘Karena ketakutan seperti itulah dia lebih utama daripada kami. Boleh jadi ketika lampu padam hingga suasana menjadi gelap, maka diapun mengingat hari kiamat.” Al-Mawarzy berkata, “Aku mendengar Abu Abdullah, Ahmad bin Hanbal berkata, ‘Allah tidak meninggikan Ibnul Mubarak melainkan karena rahasia yang dia simpan.” (Shifatush Shafwah, 4/27).
Sumber:
http://alqiyamah.wordpress.com/2010/05/04/tetesan-air-mata-surga/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar