Pages

Rabu, 14 Juli 2010

Ash-Shamad (Yang Maha Sempurna, Bergantung Kepada-Nya Segala Sesuatu)

Allah Subhanahu wata'ala memiliki nama Ash-Shamad, yang artinya Yang Mahasempurna, bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dari nama ini kita sebagai hamba Allah wajib menggantungkan segala urusan kita hanya kepada Allah Subhanahu wata’ala. Akan tetapi yang sungguh memprihatinkan adalah kenyataan bahwa banyak di antara kaum muslimin yang seharusnya menyandarkan segala urusan kepada Allah, mereka terjatuh kepada kesyirikan. Mereka lebih mempercayakan urusan mereka kepada benda-benda yang mereka anggap sebagai jimat, pohon, binatang, dukun, dewa-dewi dan lain sebagainya.


Islam mengajarkan agar seseorang hanya menggantungkan dan mengaitkan hatinya kepada ALLAH semata. ALLAH-lah yang telah menciptakannya. ALLAH juga yang mengarunainya rezeki. ALLAH yang mengatur alam ini. ALLAH yang menguasai jagat raya ini. ALLAH yang berkuasa atas segala sesuatu. ALLAH yang melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya. ALLAH Dzat yang Maha Mendengar. ALLAH Dzat yang Maha Melihat. ALLAH Dzat yang Maha Mengetahui. ALLAH yang mengabulkan permintaan dan permohonan hamba-Nya. ALLAH yang memberi manfa’at dan madhorot. ALLAH dengan segala kesempurnaan dzat dan sifat-sifat-Nya. Sungguh amat pantas dan memang sudah semestinyalah bagi seseorang untuk menggantungkan dan mengaitkan hatinya hanya kepada ALLAH semata, Dzat yang Maha Sempurna.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barang siapa yang bergantung kepada sesuatu maka dia serahkan kepadanya” (HR. Tirmidzi dan dihasankan oleh Asy Syaikh Al Albany rahimahullah).

Yaitu barang siapa yang bergantung kepada sesuatu dan menjadikannya sebagai tujuan, sehingga dia menggantungkan harapan kepadanya dan menjadikannya sebagai penghilang rasa takutnya, maka dia akan menyerahkan dirinya kepada sesuatu tersebut dan akan bersandar kepadanya. Begitu pula, apabila seseorang hanya bergantung kepada ALLAH, maka dia akan menjadikan ALLAH sebagai tujuannya, dia gantungkan harapannya kepada-Nya, dan ALLAH-lah yang menghilangkan rasa takut yang ada pada dirinya. Dia serahkan dan sandarkan dirinya, hanya kepada ALLAH Ta’ala.

Ketahuilah bahwa ketergantungan hati kepada selain Allah Ta’ala ada beberapa macam:

1. Ketergantungan hati yang menyebabkan sirnanya nilai tauhid secara keseluruhan, yaitu dia bergantung kepada sesuatu yang sebenarnya tidak mempunyai pengaruh sama sekali, dan bersandar kepadanya, yang menyebabkan dia berpaling dari ALLAH Ta’ala. Seperti ketergantungan para penyembah kuburan terhadap para penghuninya -untuk melepaskannya dari musibah-musibah yang menimpanya-. Oleh karena itu, jika mereka menemui mara bahaya yang dahsyat, mereka akan mengatakan, “Wahai fulan, selamatkanlah kami!” Yang demikian ini -tidak diragukan lagi adalah kesyirikan yang besar, yang mengeluarkan seseorang dari Islam.

2. Ketergantungan hati yang melenyapkan kesempurnaan tauhid. Yaitu, ketika seseorang bersandar kepada sebab-sebab yang dibolehkan oleh syari’at ini, akan tetapi dia lalai terhadap yang menciptakan sebab-sebab tersebut, yaitu ALLAH ‘Azza wa Jalla, dan dia tidak memalingkan hatinya kepada-Nya. Dan ini adalah salah satu bentuk kesyirikan. Tetapi tidak dikatakan syirik besar, karena sebab-sebab ini memang telah ALLAH jadikan sebagai sebab.

3. Dia bergantung dengan sebab semata-semata hanya karena itu sebagai sebab saja. Sementara penyandaran asalnya masih hanya kepada ALLAH Ta’ala. Maka dia berkeyakinan bahwa sebab ini adalah dari ALLAH Ta’ala, dan bahwasanya ALLAH -kalau Dia menghendaki akan menghilangkan pengaruhnya atau membiarkannya-. Dan dia berkeyakinan, bahwasanya sebab tersebut tidak akan memiliki pengaruh kecuali dengan kehendak ALLAH Ta’ala. Yang demikian itu tidaklah mengurangi sama sekali kesempurnaan tauhidnya.

Lihatlah akhir dari keadaan seseorang yang menggantungkan hatinya kepada selain ALLAH. Akhir yang menakutkan dan mengerikan. Akhir yang penuh dengan risiko dan mara bahaya. Siapakah kiranya -orang berakal- yang menginginkan hatinya menjadi lemah. Siapa juga yang sudi hatinya menjadi sakit. Bahkan akhirnya terjatuh ke dalam jurang kesyirikan yang sangat berbahaya.

Jika seseorang terjatuh ke dalamnya, hanya dengan rahmat ALLAH serta taufiq-Nya sajalah dia biasa bangkit dan selamat dari jurang tersebut. Tanpa itu, mustahil seseorang akan selamat.

Sebagai penutup dari pembahasan ini marilah kita berdoa “Ya ALLAH, jadikanlah kami orang-orang yang hanya bertawakal kepada-Mu. Ya ALLAH, jadikanlah kami orang-orang yang selalu bersandar kepada-Mu. Ya ALLAH, jadikanlah kami orang-orang yang berserah diri kepada-Mu. Ya ALLAH, jadikanlah kami orang-orang yang menggantungkan hatinya hanya kepada-Mu.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar