Pages

Kamis, 29 Juli 2010

Asy-Syaafi (Maha Menyembuhkan)

Asy-syifaa dalam bahasa Arab berarti sembuh dari sakit. Mereka berkata Syafaahullah yasyfiihi. Adapun isytafa setimbang (satu wazan) dengan ifta’ala maka dipindah dari makna asal, yaitu kesembuhan badan kepada makna kesembuhan hati dan jiwa.

Allah subhanahu wata'ala, Dia Yang Maha Menyembuhkan. Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallahu'anha bahwasanya Nabi shalallahu'alaihi wasallam meminta perlindungan untuk sebagian keluarganya sambil mengusap dengan tangan kanannya dan berdo’a:

“Ya Allah, Rabb manusia, hilangkanlah kesusahan dan sembuhkanlah. Engkau Yang Maha Menyembuhkan, tiada kesembuhan, kecuali kesembuhan dari Engkau, yaitu kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit yang lain.” (HR. Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud).


Anas bin Malik radhiallahu'anhu berkata kepada Tsabit al-Banani (seorang Tabi’in) ketika ia mengadukan sakitnya kepadanya: “Maukah kamu saya ruqyah dengan cara yang disunnahkan olhe Rasulullah shalallahu'alaihi wasallam?’ Tsabit berkata: “Tentu.” Anas berkata:

“Ya, Allah, Rabb manusia, Yang menghilangkan kesusahan, sembuhkanlah karena Engkau Yang Maha Menyembuhkan, tidak ada yang menyembuhkan, kecuali Engkau, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit yang lain.” (HR. Bukhari).

Allah subhanahu wata'ala, Dia Yang menyembuhkan dari segala macam penyakit dan keraguan. Kesembuhan itu ada dua macam:

Petama: Kesembuhan maknawi ruhi, yaitu sembuh dari penyakit hati.

Kedua: Kesembuhan yang nampak terlihat, yaitu kesembuhan badan.

Allah subhanahu wata'ala telah menyebutkan dua jenis kesembuhan ini dalam Kitab-Nya (Al-Qur’an) dan Rasulullah shalallahu'alaihi wasallam menjelaskan dalam Sunnah-nya. Beliau shalallahu'alaihi wasallam bersabda:

“Allah tidak menurunkan satu penyakit pun, kecuali menurunkan obatnya.” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah).

Bagian yang pertama: Kesembuhan hati dan ruh.

Allah subhanahu wata'ala berfirman:

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Yunus: 57).

Nasihat adalah apa-apa yang ada dalam Al-Qur’an berupa ancaman dari perbuatan keji dan juga ancaman dari perbuatan yang membawa kepada kemurkaan Allah subhanahu wata'ala, yang membawa kepada siksa-Nya. Nasihat adalah perintah dan larangan dengan cara memberi dorongan dan ancaman. Di dalam Al-Qur’an, terdapat kesembuhan penyakit yang ada di dalam dada, seperti penyakit syubhat, keraguan, syahwat, serta menghilangkan yang ada di dalamnya seperti perbuatan keji dan kekotoran. Di dalam Al-Qur’an terdapat dorongan, ancaman, janji, dan ancaman sangsi, ini semua menjadikan hamba memiliki harapan dan rasa takut. Apabila dalam hati ditemukan harapan untuk (mendapatkan) kebaikan dan takut dalam (melakukan) kejahatan dan keduanya terus bertambah dan datang berulang-ulang kepadanya berupa ma’ani Qur’an (makna-makna Al-Qur’an). Hal itu mengharuskan didahulukannya kehendak Allah di atas kehendak (keinginan) dirinya, jadilah pekerjaan yang menyebabkan ridha Allah lebih disukainya dari pada keinginan dirinya. Seperti itu pula yang ada padanya dari hujjah dan dalil-dalil yang disampaikan oleh Allah subhanahu wata'ala dan telah dijelaskan-Nya dengan sejelas-jelasnya, yang dapat menghilangkan ketidakjelasan yang menodai kebenaran dan bisa membawa hati kepada keyakinan yang tinggi. Kalau hati sudah baik, niscaya semua anggota tubuh akan mengikutinya karena anggota tubuh menjadi baik dengan baiknya hati dan menjadi rusak dengan rusaknya hati.

Al-Qur’an adalah petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Petunjuk dan rahmat ini hanya untuk orang yang benar dan yakin, seperti dalam firman-Nya:

“Dan kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (Al-Israa’: 82).

“…Katakanlah: ‘Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin. dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al-Qur’an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat yang jauh’.” (Fushshilat: 44).

Al-huda (petunjuk) adalah mengetahui kebenaran serta mengamalkannya. Rahmat adalah apa-apa yang Allah jadikan kebaikan dan pahala (balasan) yang cepat (di dunia) dan yang lambat (di akhirat) bagi orang yang mendapat petunjuk dengan Al-Qur’an. Al-huda (petunjuk) adalah sarana terbesar, sedangkan rahmat adalah tujuan dan keinginan yang paling sempurna. Akan tetapi, tidak bisa dijadikan petunjuk dan tidak akan menjadi rahmat kecuali bagi orang-orang yang beriman. Apabila petunjuk dan rahmat yang merupakan petunjuk telah tercapai, niscaya keberuntungan, kesuksesan, kebahagiaan, dan kesenangan akan didapatkan. Karena itulah, Allah subhanahu wata'ala memerintahkan agar orang yang mendapatkan hal itu (rahmat dan karunia) merasa bahagia dalam firman-Nya:

“Katakanlah: ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan’.” (Yunus: 58).

Al-Qur’an mengandung obat dan rahmat, tetapi hal itu tidak diperuntukkan bagi semua orang. Semua itu Allah subhanahu wata'ala jadikan bagi orang yang beriman dengan-Nya dan membenarkan ayat-ayat-Nya serta mengamalkannya. Adapun orang-orang yang zhalim dengan tidak meyakininya (membenarkannya) atau tidak mengamalkannya, maka ayat-ayat-Nya tidak menambah kepada mereka, kecuali kerugian karena dengannya, (ayat-ayat) hujjah ditegakkan.

Penawar yang terkandung dalam Al-Qur’an adalah kesembuhan hati dan kesembuhan badan dari segala macam penyakit. Allah subhanahu wata'ala memberi petunjuk kepada orang-orang yang beriman:

“…Katakanlah: ‘Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman…’” (Fushshilat: 44).

Al-Qur’an memberi petunjuk kepada mereka kebenaran dan jalan yang lurus. Al-Qur’an mengajarkan kepada mereka ilmu yang bermanfaat untuk mendapatkan hidayah yang sempurna.

Allah subhanahu wata'ala menyembuhkan mereka dengan Al-Qur’an, dari penyakit badan dan hati karena ia (Al-Qur’an) memberi ancaman dari akhlak yang jahat dan perbuatan yang keji. Dia mendorong mereka untuk bertaubat dengan sebenar-benar taubat yang dapat membersihkan dosa dan mengobati hati.

Adapun mereka yang tidak beriman dengan Al-Qur’an, dalam telinga mereka ada sumbatan yang menghalangi mereka mendengarkannya. Mereka buta terhadapnya, sehingga mereka tidak bisa melihatnya sebagai petunjuk, yang memberi petunjuk kepada mereka, maka Al-Qur’an tidak menambah kepada mereka, kecuali kesesatan. Mereka diajak beriman, namun tidak mempedulikannya. Mereka seperti orang yang dipanggil dari tempat yang jauh, tidak mendengar orang yang mengajak, dan tidak bisa menjawab orang yang memanggil. Maksudnya ialah: Bahwasanya orang yang tidak beriman dengan Al-Qur’an, tidak mengambil petunjuknya, tidak melihat cahayanya, tidak bisa mengambil kebaikannya, karena mereka telah menutup pintu petunjuk dengan berpaling (dari Al-Qur’an) dan karena kekufuran mereka.

Seseorang akan mendapatkan kebenaran perkataan ini pada setiap masa dan pada setiap lingkungan. Orang yang menanamkan Al-Qur’an dalam jiwa mereka, memupuknya, menghidupkannya dengan baik, dan berbuat dengannya, maka ia akan memperoleh kemuliaan darinya pada dirinya sendiri dan makluk yang berada di sekitarnya. Namun, orang yagn menjadikan Al-Qur’an ini berat pada telinga dan hati mereka tidak menambah kepada mereka, kecuali ketulian dan kebutaan, dan hati mereka terhapus untuk mendapatkan faedah dari Al-Qur’an ini.

Al-Qur’an tidak akan pernah berubah, namun hati yang berubah. Allah subhanahu wata'ala mengobati dada orang yang beriman dengan memberikan pertolongan kepada mereka dalam menghadapi musuh mereka dan musuh-Nya.

Allah subhanahu wata'ala berfirman:

“Perangilah mereka, niscaya Allah akan menghancurkan mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman. Dan menghilangkan panas hati orang-orang mukmin. dan Allah menerima taubat orang yang dikehendakiNya. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.” (At-Taubah: 14-15).

Sesungguhnya di dalam hati orang yang beriman tersimpan kemarahan terhadap mereka. Maka dari itu, memerangi dan membunuh mereka akan menjadi penawar hati orang yang beriman dari rasa sakit hati dan duka cita, karena mereka yakin bahwa yang mereka perangi adalah musuh yang memerangi Allah subhanahu wata'ala dan Rasul-Nya, yang berusaha memadamkan cahaya Allah subhanahu wata'ala. Maka Allah subhanahu wata'ala menghilangkan hal itu dari hati mereka. Ini menunjukkan cinta Allah subhanahu wata'ala kepada orang yang beriman dan perhatian-Nya tentang keadaan mereka.

Bagian yang kedua: Pengobatan untuk badan.

Sebagaimana telah diketahui bahwa Al-Qur’an merupakan penawar ruh dan hati, maka ia juga merupakan penawar bagi tubuh dari berbagai macam penyakit. Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu'anhu bahwasanya segolongan dari sahabat Nabi shalallahu'alaihi wasallam datang ke sebuah perkampungan Arab Badui, namun mereka tidak memberikan jamuan kepada mereka. Pada saat itu pimpinan mereka disengat binatang berbisa. Kemudian mereka datang kepada para sahabat Rasulullah shalallahu'alaihi wasallam dan bertanya: “Apakah di antara kalian ada yang memiliki obat atau yang bisa mengobati penyakit?” Mereka menjawab: “Kalian tidak memberikan jamuan kepada kami. Kami tidak akan melakukannya, kecuali jika kalian memberikan kepada kami upah.” Maka penduduk kampung itu menjanjikan kepada mereka untuk memberikan beberapa ekor kambing. Seorang di antara sahabat membaca Ummul Qur’aan (Al-Faatihah) lalu ia mengumpulkan air liurnya dan meludah. Orang itu sembuh (dengan izin Allah). Mereka menerima kambing yang dijanjikan dan berkata: “Kami tidak akan mengambilnya sebelum bertanya kepada Nabi shalallahu'alaihi wasallam.” Maka mereka bertanya kepada Rasulullah shalallahu'alaihi wasallam, beliau pun tertawa lalu bersabda: “Dari mana kamu tahu bahwa itu adalah ruqyah? Ambillah dan berilah aku satu bagian.” (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).

Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallahu'anha, bahwasanya Rasulullah shalallahu'alaihi wasallam kalau sakit, beliau membaca untuk dirinya sendiri Al-Mu’awwidzaat (Al-Falaq dan An-Naas) dan meludah sedikit. Ketika sakit beliau sudah parah, aku yang membacanya, dan aku mengusap dengan tangan beliau karena mengharap berkahnya. (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Sudah diketahui bahwa sebagian perkataan memiliki manfaat dan faedah yang mujarab (terbukti dapat menyembuhkan) apalagi Kalam Rabb semesta alam yang dilebihkan dari perkataan semua makhluk, seperti kelebihan Allah terhadap semua makhluk merupakan penawar yang sempurna dan pemeliharaan yang bermanfaat. Cahaya petunjuk dan rahmat yang menyeluruh, yang apabila diturunkan kepada gunung, niscaya akan hancur karena kebesaran dan keagungan-Nya.

Allah subhanahu wata'ala berfirman:
“Dan kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman ...” (Al-Israa’: 82).

Lafazh min di sini menerangkan jenis bukan littab’idh (untuk menerangkan sebagian). Ini adalah pendapat yang paling tepat dari dua pendapat.”

Berdasarkan ini, Al-Qur’an merupakan penawar ruh orang yang beriman dan obat bagi badan mereka. Allah subhanahu wata'ala adalah Yang menyembuhkan segala penyakit badan dan derita tubuh.

Allah subhanahu wata'ala berfirman:
“Dan Rabbmu mewahyukan kepada lebah: ‘Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia. Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Rabbmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Rabb) bagi orang-orang yang memikirkan’.” (An-Nahl: 68-69).

Ibnu Katsir berkata dalam menafsirkan firman Allah ta'ala: “…Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia.” Di antaranya warna putih, kuning, merah, dan warna indah yang lainnya karena berbeda tempat makannya (tempatnya mencari makan).

“…Di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia.” Maksudnya, madu merupakan penawar bagi manusia dari berbagai macam penyakit yang menimpanya. Sebagian orang yang mengetahui tentang pengobatan Nabi berkata: “Jika Allah subhanahu wata'ala berfirman Fiihisy syifaa-u linnasi, maka madu itu merupakan obat bagi segala macam penyakit, tetapi Allah subhanahu wata'ala mengatakan Fiihi syifaa-un linnasi, artinya madu itu merupakan obat bagi setiap orang dari setiap penyakit yang dingin karena madu itu panas. Segala sesuatu diberi obat dengan lawannya dan bukti bahwa yang dimaksud dengan firman Allah subhanahu wata'ala “Fiihi syifaa-un linnasi” (di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia) adalah madu.

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dalam Shahih-nya dari Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu'anhu ia berkata:

“Seorang laki-laki datang kepada Nabi shalallahu'alaihi wasallam dan berkata, ‘Saudara saya sakit perut.’ Nabi shalallahu'alaihi wasallam bersabda, ‘Berilah ia madu.’ Ia pun memberinya madu. Orang itu datang lagi kepada Nabi shalallahu'alaihi wasallam dan berkata, ‘Saya telah memberinya madu, namun tidak bisa menyembuhkannya, bahkan menambah sakit.’ Ia mengatakan hal itu tiga kali kepada Nabi. Kemudian, ia datang yang keempat kalinya. Maka Nabi shalallahu'alaihi wasallam bersabda, ‘Berilah ia madu.’ Laki-laki itu menjawab, ‘Saya sungguh telah memberinya madu, namun tidak menyembuhkannya, bahkan menambah parah penyakitnya.’ Nabi shalallahu'alaihi wasallam pun bersabda, ‘Mahabenar Allah dan bohong perut saudaramu.’ Ia pun memberinya madu dan sembuh.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Sebagian pakar kedokteran berkata, “Laki-laki ini menderita mencret. Ketika diberi madu, sementara madu itu panas, hal itu memberi reaksi yang cepat terhadap perut dan membuatnya bertambah parah (tambah mencret). Orang itu mengira bahwa hal itu memudharatkannya, padahal itu merupakan kebaikan bagi saudaranya. Ia memberinya lagi, maka sakitnya bertambah. Ia pun memberinya lagi dan begitulah seterusnya. Ketika kotoran yang menyakiti badannya sudah habis, perutnya menjadi normal, pencernaannya bekerja seperti biasa, hilanglah segala derita, dan penyakit berkat petunjuk dari Nabi shalallahu'alaihi wasallam.”

Dari Ibnu Abbas radhiallahu'anhu ia berkata, “Penyembuhan itu terdapat pada tiga hal: minum madu, sayatan bekam, dan sundutan badan dengan besi panas. Saya melarang ummatku dari pengobatan sundutan dengan besi panas. Hadits tersebut berasal dari Rasulullah. (HR. Bukhari).

Allah subhanahu wata'ala memberikan hidayah kepada lebah kecil yang sangat mengagumkan ini, memudahkan baginya ladang (tempat mencari makan) lalu ia kembali ke rumahnya yang telah diperbaikinya dengan pendidikan dan petunjuk yang diberikan Allah subhanahu wata'ala kepadanya. Kemudian, keluar dari perutnya madu yang sangat lezat, yang berbeda warna (rasa) karena perbedaan bumi dan ladangnya; padanya terpadapat obat bagi manusia dari berbagai penyakit. Ini merupakan sempurnanya ‘inaayah Allah dan kelembutannya yang sempurna terhadap hamba-Nya. bahwasanya tidak ada yang layak disembah dan diseru selain dia.

Allah subhanahu wata'ala menceritakan tentang hamba-Nya, utusan, dan kekasih-Nya Ibrahim ‘alaihissalam dengan firman-Nya:

“(Yaitu, Rabb) yang telah menciptakan aku, maka dialah yang menunjuki aku, dan Rabbku, yang Dia memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, dialah yang menyembuhkan aku.” (Asy-Syu’araa’: 78-80).

Ibnu Katsir berkata dalam Tafsir-nya tentang firman-Nya: “Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku.” Ibrahim ‘alaihissalam menyandarkan sakit kepada dirinya sendiri sekalipun berasal dari qadha dan qadar dari Allah subhanahu wata'ala dan ciptaan-Nya, tetapi ia menyandarkan kepada dirinya sebagai adab.

Makna yang demikian, “Apabila aku sakit, tidak ada seorangpun yang dapat menyembuhkanku selain Dia dengan segala sebab yang ditentukan allah dan membawa kepada kesembuhan.”

Nabi shalallahu'alaihi wasallam memberikan petunjuk kepada ummatnya untuk meminta kesembuhan kepada Allah Yang Maha Menyembuhkan, yang tidak ada kesembuhan, kecuali yang berasal dari-Nya. Seorang Badui datang kepada beliau, “Ya Rasulullah, apakah kami berobat?” Rasulullah bersabda, “Ya, berobatlah, hai, hamba Allah. Allah subhanahu wata’ala tidak meletakkan satu penyakit, kecuali meletakkan baginya penawar atau obat, melainkan satu penyakit.” Mereka bertanya, “Apakah itu, ya, Rasulullah?” Beliau bersabda, “Ketuaan.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi).

Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam menjelaskan bawa Allah, Dialah yang menurunkan obat dan Dialah Yang Maha Menyembuhkan, dan bersabda, “Allah subhanahu wata’ala tidak menurunkan satu penyakit, kecuali menurunkan juga obatnya.” (HR. Bukhari).

Beliau shalallahu’alaihi wasallam juga bersabda dalam hadits riwayat Muslim dari Jabir radhiallahu’anhu, “Setiap penyakit ada obatnya. Apabila telah didapatkan obat dari suatu penyakit, maka yang sakit akan sembuh dengan izin Allah subhanahu wata’ala.”

Beliau shalallahu’alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah menurunkan obat dan penyakit, dan menjadikan bagi setiap penyakit ada obatnya, maka berobatlah dan janganlah berobat dengan yang haram.” (HR. Abu Dawud).

Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda, “Allah tidak menurunkan satu penyakit kecuali menurunkan baginya obat, mengetahui orang yang mengetahuinya dan tidak mengetahuinya orang yang tidak mengetahuinya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Hadits-hadits ini mengandung ketetapan adanya sebab dan akibat serta mematahkan pendapat orang yang mengingkarinya. Boleh juga makna sabda beliau Likulli daa-in dawaa-un untuk umum sehingga mencakup segala penyakit yang membunuh dan segala macam penyakit yang secara medis tidak bisa disembuhkan. Allah subhanahu wata’ala telah menjadikan obat untuk menyembuhkannya, tetapi Dia melipat (menutup) ilmu tentang hal itu dari manusia dan tidak memberikan jalan pengetahuan tentang hal itu kepada mereka karena semua makhluk tidak memiliki ilmu, kecuali yang diajarkan oleh Allah subhanahu wata’ala.”

Allah subhanahu wata’ala adalah asy-Syaafi yang menyembuhkan siapa yang dikehendaki-Nya dan melipat (menutup) pengetahuan tentang obat, suatu penyakit yang tidak Dia inginkan kesembuhan.

Kita memohon kepada Allah subhanahu wata’ala, yang tiada Ilah (yang haq) selain Dia dengan asma’-Nya yang indah dan sifat-Nya agar menyembuhkan hati dan badan kita dari segala kejahatan dan memelihara kita dengan Islam karena Dialah Yang Maha Pelindung dan Yang Mahakuasa. Tiada daya dan upaya, kecuali dengan Allah Yang Mahatinggi dan Mahaagung.

Semoga rahmat, kesejahteraan, dan keberkahan senantiasa tercurah kepada hamba dan Rasul-Nya serta pilihan-Nya dari semua manusia. Orang yang diamanahi (diberi kepercayaan) atas wahyu-Nya, Nabi dan Imam kita, Muhammad bin ‘Abdillah dan juga atas keluarga dan sahabatnya serta setiap orang yang mengikuti jejak langkahnya sampai hari Akhir.

Sumber: Syarah Asma’ul Husna, Dr. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf al-Qahthani, Pustaka Imam Asy-Syafi’i

Tidak ada komentar:

Posting Komentar