Pages

Rabu, 14 Juli 2010

Al-Waduud (Yang Maha Pengasih)

Kali ini kita akan membahas salah satu dari nama-nama Allah yang indah yaitu Al-Waduud, yang artinya Yang Maha Pengasih. Allah Subhanahu wata'ala berfirman di dalam Al-Qur'an Surat Huud ayat 90: “Dan mohonlah ampun kepada Rabbmu kemudian bertaubatlah kepada-Nya Sesungguhnya Rabbku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih.”

Dan Juga firman-Nya di dalam Al-Qur'an Surat Al-Buruuj ayat 14: “Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih…”

Al-Wadd berasal dari lafazh al-Wudd, dibaca dengan dhammah waw yang berarti cinta yang murni. Maka al-Waduud adalah yang mencintai dan dicintai. Yang berarti Waadd-mauduud-fa huwa al-Waadd atau (Yang mengasihi) para Nabi, Malaikat, hamba-Nya yang beriman. Dialah yang dicintai oleh mereka. Bahkan, tidak ada yang lebih dicintai oleh mereka selain Dia. Cinta para kekasih-Nya kepada-Nya tidak bisa diimbangi dengan kecintaan kepada apa pun juga, baik hakikatnya maupun kaifiyat-nya, ataupun kaitan-kaitannya. Cinta kepada Allah Subhanahu wata'ala seperti ini yang harus ada pada setiap hati hamba, mendahului dan mengalahkan semua cinta, dan segala yang dicintai harus mengikuti kecintaan kepada-Nya

Cinta kepada Allah adalah ruh ibadah. Semua penghambaan yang zhahir dan bathin berawal dari kecintaan kepada Allah Subhanahu wata'ala. Kecintaan hamba kepada Rabbnya adalah karunia dan ihsan dari Allah Subhanahu wata'ala, bukan berasal dari daya dan kekuatan hamba. Dia Subhanahu wata'ala yang memberikan kecintaan kepada hamba-Nya dan menjadikan kecintaan tertanam dalam hatinya. Kemudian, tatkala hamba mencintai-Nya dengan taufik-Nya, Allah Subhanahu wata'ala membalasnya dengan cinta yang lain. Ini adalah ihsan (perbuatan baik) yang sebenar-benarnya sebab berasal dari-Nya dan musabbab (akibat) juga dari-Nya. Bukanlah yang dimaksud dengannya sebagai mu’awadhah (balas budi). Bahwasanya yang demikian itu kecintaan dari Allah Subhanahu wata'ala kepada hamba-Nya yang bersyukur dan karena syukur mereka. Semua maslahat akhirnya berpulang kepada hamba. Mahasuci Allah yang menjadikan dan menitipkan rasa cinta di hati hamba-Nya yang beriman. Kemudian, ia senantiasa menambahkan cinta dan menguatkannya sehingga sampailah cinta tersebut di hati mereka dalam kondisi ketika semua yang disukai menjadi kecil di sisinya. Cinta itu menjadikan mereka membenci segala yang disukai, musibah terasa mudah, kesusahan melaksanakan ketaaatan terasa enak, dan semua itu membuahkan berbagai macam kemuliaan (karamah) yang mereka kehendaki. Yang tertinggi adalah cinta Allah Subhanahu wata'ala, keberuntungan mendapat ridha-Nya, dan tenang berada di dekat-Nya

Kecintaan seorang hamba kepada Rabbnya diliputi dengan dua cinta dari Rabbnya, cinta sebelumnya sehingga jadilah ia mencintai Rabbnya dengannya dan cinta sesudahnya sebagai syukur dari Allah atas cinta sehingga jadilah ia termasuk kekasih-kekasih-Nya yang ikhlas. Usaha terbesar yang diupayakan seorang hamba untuk mendapat cinta Rabbnya dan merupakan tuntutan terbesar adalah memperbanyak dzikir dan memuji-Nya, banyak bertaubat kepada-Nya, tawakkal yang kuat dan selalu mendekatkan diri kepada-Nya dengan ibadah wajib dan sunnah, serta mewujudkan keikhlasan kepada-Nya dalam setiap perkataan dan perbuatan, dan selalu mengikuti (mutaba’ah) Nabi Shallallahu 'alaihiwasallam, baik secara zhahir dan bathin Ini seperti yang difirmankan Allah Subhanahu wata'ala dalam Al-Qur'an Surat Ali Imran ayat 31:

“Katakanlah, ‘Jika kalian benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian’.’”

Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa kalau kita mengaku cinta kepada Allah, maka kita harus mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Yaitu mengikuti sunnah-sunnah beliau. Tidak ada artinya sama sekali kalau seseorang mengaku-aku cinta kepada Allah akan tetapi amalannya tidak mengikuti Rasulullah, bahkan dia beramal dengan berbagai kebid’ahan, atau bahkan lebih jauh lagi terjebak dalam kesyirikan dan kekufuran. Kita memohon kepada Allah keselamatan dari kesesatan yang seperti itu.

Kita memang diperintahkan untuk mencintai Allah, akan tetapi jangan sampai hanya sekedar pengakuan belaka tanpa bukti. Bahkan yang paling penting adalah kita harus berusaha supaya Allah mencintai kita. Untuk mendapatkan kecintaan Allah tentunya kita harus mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yakni mengikuti sunnah-sunnah beliau, sebagaimana disebutkan dalam ayat yang mulia ini. Mudah-mudahan kita menjadi orang-orang yang mengikuti dan menghidupkan sunnah-sunnah beliau agar menjadi orang-orang yang dicintai oleh Allah. Aamiin.

Sumber: Syarah Asma’ul Husna, Dr. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf al-Qahthani (Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i) dan sumber lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar